Ditulis oleh NFF | Direvisi oleh AJF
Menarik ! Itu kalimat pertama yang terlintas setelah membaca buku ini. Buku ini menceritakan pengalaman ibu Ita membesarkan putra semata wayangnya Ikhsan yang didiagnosis Autis, serta pengalamannya saat bertemu anak-anak autis lainnya di Indonesia. Bagi Anda orang tua anak autis buku ini mungkin bisa menjadi inspirasi bagi Anda dalam mendidik dan membesarkan anak Anda.
Hal pertama yang menarik adalah banyaknya Andai Ku Tahu ... pada tiap akhir bab yang ditulis oleh bu Ita sebagai ringkasan dari tiap babnya. Memperlihatkan banyaknya hal tentang Autisme yang masih merupakan misteri bagi banyak orang (bahkan hingga kini !) dapat sedikit terkuak lewat pengalaman langsung hidup bersama individu autistik selama lebih dari 16 tahun. Kolom Andai Ku Tahu ...memuat hal-hal penting yang telah dan belum bu Ita lakukan saat membesarkan Ikhsan yang sedang menjalani masa remaja menjadi dewasa muda. Antara lain mengisahkan tentang pentingnya pendidikan seks pada individu autistik saat menjelang remaja (usia 10 -16 tahun) agar dapat melalui masa-masa perubahan fisik emosional tersebut dengan masalah yang minimal.
Salah satu bab yang paling menarik adalah bab 5 Konsistensi ...Betapa pentingnya sikap itu dalam mengatur perilaku. Pada bab ini dikisahkan bu Ita menerapkan sikap “I say what I mean, I mean what I say” (= aku mengatakan apa yang aku sungguh-sungguh maksudkan, dan aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku) pada Ikhsan saat ia melepaskan sepatu di tempat umum. Di bab ini diperlihatkan bagaimana bu Ita menghadapi Ikhsan dengan menyembunyikan sepatunya sebagai konsekuensi atas “kenakalan”nya menghiraukan peringatan ”Kalau sepatu tidak dipakai, Ibu ambil, Ibu buang”, bahkan saat Ikhsan menangis, marah, hingga menendang, bu Ita tidak bergeming dan tetap melakukan apa yang ia katakan sebagai konsekuensinya. Saat kemudian Ikhsan menawar dengan bersikap manis dan meminta maaf, konsekuensi tetap dilanjutkan karena sebelumnya bu Ita telah mengatakan “Ikhsan pulang tidak pakai sepatu, karena tadi sepatu dibuang-buang.”. Namun saat akhirnya malam datang dan Ikhsan tidak bisa tidur (karena memikirkan sepatunya) bu Ita memberi penjelasan atas perilakunya menyembunyikan sepatu dan Ikhsan dengan tenang tidur karena tahu ia akan memperoleh sepatunya kembali besok pagi.
Selain pengalamannya sendiri, bu Ita juga menuliskan pengalaman klien2nya (dengan nama samaran, tentu saja). Salah satu pengalaman yang menarik adalah saat bu Ita diminta menemui seorang bapak yang mengaku penyandang autisme. Ia adalah bapak tiga anak yang diusianya ke 37 tahun masih juga kesulitan menatap mata lawan bicaranya. Ternyata dugaan teori yang ada di buku itu semua betul. Individu autistik bisa saja mengalami kesulitan sampai usia dewasa. Apalagi dengan kasus bapak di atas yang memangku jabatan Manager yang mengharuskannya mengelola bawahan dengan berbagai karakteristik, serta harus bertemu dengan klien yang beragam pribadinya maupun situasinya ..Tidak mudah. Sangat tidak mudah, meskipun bukannya tidak mungkin untuk dijalani.
Ada masih banyak lagi yang menarik dalam buku ini. Jadi, tak ada salahnya Anda melengkapi buku koleksi Anda dengan buku yang satu ini. Silahkan memesan ke YAI atau datangi Melati Ceria (bila masih tersedia).
Action may not always bring happiness,But there is no happiness without action.(Benjamin Disraeli)
Judul Buku : Warna – Warni Kehidupan
Pengarang : Dyah Puspita
Penerbit : Yayasan Autisma Indonesia
0 Komentar
Terima Kasih telah berkunjung. Silahkan isi kotak komentar yang telah disediakan.