(Menyongsong Hari Autisme Dunia, 2 April 2008)
Oleh : Lilis Lismaya, S. Pd. *)
1. Pengertian Autisme
Autisme berasal dari kata ‘autos’ dan ‘isme’ yang berarti hidup di dunianya sendiri. Autisme Infantil adalah anak yang mengalami gangguan komunikasi, interaksi dan perilaku. Kebanyakan dari mereka belum bisa bicara / mengalami keterlambatan bicara (seharusnya anak usia 18 bulan sudah memiliki perbendaharaan kata sebanyak 20 kata ), ada pula di antara mereka yang sudah bisa bicara, namun bicaranya tidak digunakan untuk komunikasi. Biasanya bicara mereka meracau, kalimat/kata yang diulang-ulang. Mereka suka menirukan iklan televisi sesukanya.
2. Penyebab Autisme
a. Penyebab Genetik Para pakar autisme dunia menyatakan bahwa ada sedikitnya 20 gen orang tua yang diturunkan kepada anaknya. Biasanya gen tersebut diturunkan dalam kemampuan mencerna makanan/allergi terhadap makanan tertentu. Contohnya; anak yang pencernaannya tidak mampu mencerna gandum-ganduman atau susu sapi maka sari-sari makanan berupa protein tersebut dibawa oleh darah berupa candida yang bila masuk ke otak akan berubah menjadi opium/racun. Racun tersebut mengakibatkan perilaku anak menjadi negatif, komunikasi terganggu, dan sulit berinteraksi. b. Pencetus Anak yang membawa genetik autisme, tidak akan muncul ke permukaan bila tidak ada pencetusnya. Para pakar autisme baik di dunia maupun di Indonesia sepakat bahwa pencetus autisme adalah keracunan logam berat seperti merkuri, lead (timbal hitam), dan sebagainya. Anak bisa keracunan merkuri atau timbal hitam, serta logam berat lainnya melalui ibu yang mengandungnya (selama dalam kandungan), atau air susu ibu atau makanan dan minuman yang dikonsumsi setelah ia lahir. Di Kalimantan air sungai sudah tercemari merkuri akibat dari banyaknya penambangan emas. Menurut informasi dari Kepala Bapedalda kota Palangka Raya, pada tahun 2003 tingkat pencemaran sungai Kahayan karena limbah air raksa atau merkury mencapai 0,005 mg/liter atau lima kali lipat di atas ambang batas yang hanya sebesar 0,001 mg/liter. Dampak pencemaran ini baru terlihat 10 tahun ke depan. Khususnya di Palangka Raya, selain pencetus merkuri juga timbal hitam akibat dari polusi udara yang disebabkan kabut asap dari kebakaran hutan. Namun bila anak tidak membawa gen yang berperan dampak ini tidak menimbulkan autisme. Walaupun demikian dampak negatif tetap ada bagi kesehatan manusia pada umumnya.
3. Prevalensi Autisme
Terjadi hal yang mengerikan, dari tahun ke tahun prevalensi autisme di dunia meningkat tajam. Tahun 1987 1 : 5000 Tahun 1997 1 : 500 Tahun 2000 1 : 250 Tahun 2008 1 : 150 Bagaimana di Indonesia ? Sampai sekarang belum ada data yang pasti berapa prevalensi autisme di Indonesia. Setiap daerah, khususnya di pulau jawa keberadaan data yang pasti mengenai hal ini terkendala dana dan jumlah penduduk yang terlalu besar. Namun di Palang Raya yang penduduknya relatif masih sedikit, mengapa belum ada yang meneliti. Sebenarnya prevalensi Autisme di Palangka Raya bisa mewakili Indonesia, seandainya diteliti secara kasar bisa dilihat, penduduk Palangka Raya diperkirakan 200 ribu orang. Berapa dari 200 ribu orang itu anak-anak yang bersekolah di TK dan SD ? Dan anak autis yang sudah ditangani LPK Melati Ceria ada berapa? Himbauan untuk para mahasiswa dan para akademisi, mungkin bisa diusulkan hal-hal seperti ini, tentu hasilnya akan menarik dan bermanfaat untuk kelangsungan hidup satu generasi penerus bangsa.
4. Pengaruh Lingkungan dalam menanggulangi autisme
Gangguan di otak tidak dapat disembuhkan, tapi dapat ditanggulangi dengan terapi dini, terpadu, dan intensif. Gejala-gejala autisme dapat dikurangi, bahkan dapat dihilangkan, sehingga anak bisa bergaul secara normal, tumbuh sehat, berkarya, bahkan membina keluarga. Jika anak autistik tidak atau terlambat mendapat intervensi hingga dewasa maka gejala autis bisa semakin parah, bahkan tidak tertanggulangi.
a. Peran Orang Tua
Orang tua sangatlah berperan dalam menangani anak autistik. Orang tua harus memastikan diagnosis, oleh karena itu pilihlah dokter yang kompeten di bidang autisme. Idealnya orang tua harus membina komunikasi dengan dokter, jangan menutup-nutupi salah satu gejala yang dialami anak. Kejujuran orang tua dalam menceritakan kondisi anak akan sangat membantu dokter dalam mengevaluasi kondisi anak yang dapat mempengaruhi kemajuan anak tersebut. Orang tua juga harus memperkaya pengetahuannya tentang autisme, terutama pengetahuan mengenai terapi yang tepat dan sesuai dengan anak. Penerimaan dan pemahaman orang tua terhadap anak autis sangatlah penting. Anak autis harus diterima apa adanya, dia adalah seorang anak yang membutuhkan cinta kasih, perhatian, dan disiplin. Buku yang berjudul Dunia di Balik Kaca Kisah nyata Seorang Gadis Autistik yang ditulis Donna Williams seorang mantan anak autistik yang lahir di Australia tahun 1963 menggambarkan bagaimana sesungguhnya keadaan seorang anak terkena autis. Dia menuliskan kondisinya bagai hidup di balik kaca, di sekelilingnya hanya ada bintik-bintik lembut yang berusaha akan ditembusnya dan bintik-bintik tersebut berusaha menembusnya. Di sini yang perlu dipahami bahwa perlu cara khusus untuk berinteraksi dengan anak autistik. Sebelum mengajarkan sesuatu materi kepada seorang anak autistik, perlu dilihat dulu kondisinya dan materi tersebut harus disesuaikan dengan kondisi tersebut. Sebelum mengajari sesuatu kepadanya, tumbuhkan dulu perasaan aman, perasaan senang, dan nyaman. Lepaskanlah gambaran ideal tentang anak, mulailah berinteraksi dengan anak seperti menyanyikan lagu, memeluk, mengusap, dan menciumnya. Hal ini akan membantu tumbuhnya cinta, juga membantu orang tua menemukan potensi tersembunyi pada anak.
b. Peran Keluarga Besar
Banyak orang tua yang bingung dan cemas untuk menjelaskan keadaan/keanehan pada diri anak kepada keluarga besar. Sikap yang baik adalah sampaikanlah bahwa walaupun kondisi anaknya demikian, orang tua tetap mencintai dan menyayanginya, dan sampaikan harapan akan sikap keluarga besarnya pun sama terhadapnya. Bersikaplah seolah tidak ada masalah dengan lingkungan. Kalau orang tua bersikap seperti ini, otomatis keluarga besar pun akan menerimanya. Sesekali ajak keluarga besar berkonsultasi dengan para ahli, karena ketepatan sikap keluarga terhadap anak autis juga mempengaruhi keberhasilan intervensi.
c. Peran Agama
Emosi dan mental orang tua sangatlah penting dalam bersikap terhadap anak autis. Dalam hal ini peran agama sangatlah menentukan. Ayah dan ibu hendaknya bergandeng tangan menghadapi semuanya. Mintalah dukungan lingkungan terdekat, dekatkan diri kepada Tuhan YME. Agama akan banyak membantu secara emosi dan mental dan menganggap anak adalah anugerah dan titipan Tuhan. Banyak orang tua akhirnya menyadari banyak hikmah dalam kehidupan yang mereka dapatkan dengan mempunyai anak autis.
d. Peran Terapi
Anak autistik dengan segala karakteristiknya sebaiknya diintervensi secara terpadu. Beberapa jenis terapi diberikan secara bersamaan, yaitu terapi medika mentosa, perilaku, bicara/komunikasi, dan okupasi (bila perlu). Terapi medika mentosa melalui tes rambut, darah, atau feaces. Tes rambut dilakukan untuk mengetahui kadar logam berat yang ada di tubuh anak, kemudian dikeluarkan melalui pemberian suplemen. Tes darah dilakukan untuk mengetahui makanan atau minuman apa yang bisa dikonsumsi anak autistik. Sedangkan tes feaces dilakukan untuk mengetahui keadaan pencernaan anak, karena anak autistik ada yang pencernaannya tidak sehat (ada candida, jamur, dan sebagainya). Terapi-terapi ini dilakukan baik di tempat (pusat) terapi maupun di rumah. Anak autistik tidak akan berkembang dengan optimal bila hanya salah satu jenis terapi yang diberikan. Begitu pula dalam menerapkan metode atau pendekatan. Metode yang biasa dipergunakan untuk anak autistik seperti metode Lovaas, sonrise, dan snoozle diterapkan dan diaplikasikan sesuai dengan kondisi anak.
*) Ketua Lembaga Pendidikan Khusus “Melati Ceria” Palangka Raya
Sumber : Kalteng Pos 31 Maret & 01 April 2008
0 Komentar
Terima Kasih telah berkunjung. Silahkan isi kotak komentar yang telah disediakan.